
JAKARTA, 6 NOVEMBER 2025 — Legenda pemburu paling ikonik dalam dunia fiksi ilmiah kini kembali dengan cara yang tak terduga. Predator: Badlands, film terbaru dari semesta Predator garapan 20th Century Studios, menghadirkan sudut pandang baru yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya: kisah dari sisi sang predator itu sendiri.
Disutradarai oleh Dan Trachtenberg, yang sebelumnya sukses dengan Prey (2022), film ini membawa penonton menjelajahi planet berbahaya bernama Genna.
Di sana, seekor Predator muda bernama Dek (diperankan oleh Dimitrius Schuster-Koloamatangi) berjuang membuktikan dirinya di tengah ancaman pengasingan. Tak disangka, dalam perjalanannya, Dek menemukan sekutu tak biasa — Thia, robot rusak namun berjiwa kuat, diperankan oleh aktris papan atas Elle Fanning.
“Ini adalah film pertama dari semesta Predator yang benar-benar berfokus pada spesies Yautja. Untuk pertama kalinya, penonton akan melihat dunia dari sudut pandang sang monster — makhluk yang biasanya jadi sosok menakutkan, kini menjadi tokoh yang bisa kita pahami dan dukung,” kata Trachtenberg.
Dimitrius Schuster-Koloamatangi, aktor pendatang baru asal Selandia Baru, tampil memikat lewat performa yang memadukan kekuatan fisik dan kedalaman emosional.
“Dimitrius sangat luar biasa. Dia membuat Dek terasa hidup, rapuh, dan berani — karakter yang membuat kita bersimpati pada sosok yang sebelumnya dianggap monster,” puji Trachtenberg.
Elle Fanning, yang dikenal lewat The Great dan Maleficent, menyebut perannya sebagai tantangan terbesar sepanjang kariernya.
“Thia digambarkan sebagai robot tanpa kaki yang berbentuk seperti ransel. Naskahnya begitu mengejutkan, dan semangat Trachtenberg menular — aku benar-benar ingin all out di sini,” kata Fanning.
Duel Epik dengan Makhluk Tak Terkalahkan
Lawan utama dalam Predator: Badlands adalah Kalisk, makhluk raksasa yang digambarkan sebagai “musuh pamungkas”. Desainnya digarap oleh legenda Creature Designer Alec Gillis, yang kembali berkolaborasi dengan Trachtenberg setelah Prey.
Gillis bersama tim Wētā FX menggabungkan inspirasi dari film Hayao Miyazaki, gim Shadow of the Colossus, dan biota laut dalam — menghasilkan sosok menakutkan sekaligus memukau di layar lebar.
Efek visual film ini juga menjadi daya tarik tersendiri. Dengan bantuan Wētā Workshop, Framestore, dan ILM, Olivier Dumont memastikan ekspresi dan emosi Dek terasa nyata meski tersembunyi di balik rahang tajam khas Predator.
Predator dengan Hati dan Jiwa
Berbeda dari film-film sebelumnya yang menonjolkan aksi brutal dan ketegangan, Predator: Badlands menghadirkan nuansa emosional yang kuat. “Saya ingin penonton benar-benar terhubung dengan karakter-karakter di dalamnya. Kali ini, bahkan dengan mereka yang tidak pernah kita duga bisa kita cintai,” ungkap Trachtenberg.
Diproduseri oleh John Davis, Marc Toberoff, Ben Rosenblatt, Brent O’Connor, dan Trachtenberg sendiri, Predator: Badlands menjadi kisah evolusi baru yang berani — mengubah makhluk buas menjadi karakter yang memiliki hati dan tujuan.