Surabaya, 5 Juni 2024, Sebagai koordinator percepatan penurunan stunting nasional Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditahun 2024 mempunyai target penurunan stunting menjadi 14 persen.
Untuk mewujudkan percepatan penurunan stunting mencapai target, BKKBN melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, salah satunya melakukan pertemuan koordinasi dengan Pemerintah Kota Surabaya dalam hal ini bersama Inspektorat Kota Surabaya yang digelar hari ini di Kantor Inspektorat Kota Surabaya. Rabu (5/6).
Hadir dalam pertemuan Inspektur Wilayah I BKKBN RI , Maria Vianney Chinggih Widanarto, SE., M.Si., didampingi Pranata Humas Perwakilan BKKBN Jatim, Iwan Yulianto, S.Pd., M.Si., dari Pemkot Surabaya terdiri dari Sekretaris Inspektorat Kota Surabaya didampingi Inspektur Pembantu I.
Menurut Inspektur Wilayah I BKKBN RI , Maria Vianney Chinggih Widanarto, SE., M.Si., kota Surabaya adalah kota dengan prevalensi stunting terendah se-Indonesia. “Menurut SSGI tahun 2022, angka prevalensi stunting Surabaya adalah 4,8 persen. Surabaya unggul dari Denpasar yang angka prevalensinya 5,5 persen. Dan Surabaya sebagai daerah prevalensi stunting terendah secara nasional,” ujar Maria Vianney Chinggih Widinarto usai pertemuan.
Maria Vianney dalam pertemuan menyimak penjelasan Sekretaris Inspektorat Kota Surabaya mewakili Walikota Eri Cahyadi bagaimana menurunkan stunting secara dastis. Surabaya di tahun 2021 prevalensi stunting di angka 28,9 persen atau sebanyak 6.722 balita terindikasi stunted, namun tahun 2022 balita stunted tinggal 923 jiwa. Dan berdasarkan bulan penimbangan serentak, prevalensi stunting di Surabaya pada 2022 tinggal 1,22 persen.
“Walikota Surabaya mempunyai motivasi menjadikan penurunan stunting sebagai program prioritas, karena stunting soal masa depan generasi penerus sebagai generasi emas ditahun 2045. Jadi menurut bapak Inspektorat, pak Eri setelah dilantik jadi walikota, beliau fokus menekan angka stunting, karena persoalan stunting adalah proses panjang yang dimulai dari hulu, sejak masa pra nikah, karena itu beliau melakukan pendataan besar-besaran pada setiap calon pengantin,” ujarnya.
Pemkot Surabaya melakukan sosialisasi kepada calon pengantin (catin) melalui program pendampingan 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
“Pasangan pengantin sebelum menikah dideteksi kesehatannya, dengan mengukur lingkar lengan atas dan indeks massa tubuh calon pengantin. Hal ini sangat penting untuk tahu apakah ada risiko kekurangan gizi, sehingga dapat diantisipasi,” jelas inspektorat wilayah I BKKBN.
Sebagai bagian intevensi di hulu, Pemkot Surabaya meminta semua puskesmas melakukan intervensi dengan setiap minggu sekali membagikan sekaligus menyosialisasikan manfaat Tablet Tambah Darah (TTD) bagi remaja putri di sekolah-sekolah dan bisa diambil di Puskesmas.
Selain itu Pemkot Surabaya melakukan sosialisasi kepada calon pengantin (catin) melalui program pendampingan 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Catin akan mendapatkan beberapa pelayanan, mulai dari pelayanan gizi dan kesehatan hingga konseling.
Dalam hal itu, Pemkot Surabaya menggandeng Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk melakukan penyuluhan dan pemantauan kesehatan kepada sasaran yang berisiko stunting. “Semangat yang luar biasa dari Walikota Surabaya sehingga perjuangan itu tidak sia-sia dan menghantarkan Pemkot Surabaya ditahun 2023 mendapatkan penghargaan dari Pemprov Jatim,” ungkap Maria Vianney Chinggih Widinarto.
Penghargaan yang dimaksud adalah penghargaan terbaik 1 Intervensi Spesifik Stunting tingkat Kabupaten/Kota se-Jawa Timur, dan penghargaan Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) terbaik II se-Jawa Timur.